Selasa, 22 Mei 2012

ARTIKEL : MEDIA MASSA DAN SISTEM PEMERINTAHAN


MEDIA MASSA DAN SISTEM PEMERINTAHA

            Sistem adalah seperangkat atau kesatuan objek dalam mana objek satu dengan yg lainnya saling berkaitan, bahkan saling bergantung (Littlejohn 1989 : 35 ). Sistem sosial di indonesia terdiri dari beberapa subsistem ideology, politik, ekonomi, budaya, komunikasi, pertahanan keamanan. Subsistem yang satu daengan yang linnya saling mempengaruhi, namun subsistem ideology dan politik merupakan pemerintahan menjadi dasar subsistem lainnya. Subsistem ideology dan politik pemerintahan menjadi dasar subsistem lainnya, termasuk subssistem media massa. Dengan demikian, system media massa mencerminkan falsafah dan system politik Negara dimana dia berfungsi.
            Media massa pada suatu Negara mencerminkan system sosial yang didalamya diatur hubungan-hubungan antar individu dengan lembaga-lembaga yang ada. Hubungan antra media massa dengan masyarakat adalah resiprok ( seling memengaruhi ). Negara membuat sebuah system media massa, lalu system ini akan memodifikasi mesyarakat Negara tersebut. Karena setiap Negara itu berbeda, maka setiap system media massa di Negara itupun berbeda pula, sehingga pola interaksi antara Negara dengan media massanya terus menerus berubah.
            Pola hubungan media massa dan pemerintahan di suatu Negara erat kaitannya dengan system dan struktur politik yang berlaku di Negara dimana kedua lembaga tersebut berada. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa suatu system media massa akan mencerminkan falsafah politik Negara yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari dimensi sejarahperkembangan media massa dunia yang oleh Siebert dan kawan-kawan dalam buku “ Four Of The Press “ (1963) dibagi menjadi empat macam teori. Keempat macam teori atau konsep media massa tersebut dapat menggambarkan keadaan masyarakat dan dasar pemikiran yang hidup pada masa itu.

TEORI PERS
1.      Teori otoriter ( authoritarian theory )
Menurut teori ini, media massa mempunyai tujuan utama mendukung kebijaksanaan pemerintah yang sedang berkuasa, dan untuk mengabdi kepada Negara. Tidak semua orang dapat menggunakan media komunikasi kecuali mereka yang mendapatkan izin dari kerajaan atau pemerintah. Dengan demikian media massa dikontrol oleh pemerintah, karena hanya dapat terbit dengan izin dan bimbingan serta arahan pemerintah, bahkan kadang-kadang dengan sensor pemerinta.
Hal yang tidak boleh dilakukan media massa adalah melakukan kritik terhadap mekanisme pemerintahan dan kritik terhadap pejabat yang sedang berkuasa. Pemilik media massa bisa di pihak swasta yang mendapat izin khusus dari raja atau pemerintah atau milik Negara ( Siebert, Peterson dan Schramm dalam severin dan Tankard, 1992: 266-287)

2.      Teori liberal ( Libertarian Theory )
Teori liberal merukan kebaliakn dari teori otoriter karena berasal dari falsafah umum rasionalisme dan hak alam, serta karya Milton, Locke dan Mill. Asumsi dari teori liberal adalah bahwa manusia pada hakikatnya dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan oleh rasio atau akalnya. Manusia mempunyai hak secara alamiah untuk mengejar kebenaran dan mengembangkan potensi apabila diberikan iklim kebebasan menyatakan pendapat.
Dalam hubungannya dengan kebebasan pers teori liberal beranggapan bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia dalam usahanya mencari kebenaran. Manusia memperlukan kebebasan untuk memperoleh informasi dan pikiran-pikiran yang hanya dapat secara efektif diterima ketika itu apabila disampaikan melalui pers ( Rachmadi, 1990: 34-35 ).



3.      Teori tanggung jawab sosial ( Social responsibility theory )
Dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers harus disertai dengn tanggung jawab kepada masyarakat. Media massa harus melakukan tugasnya sesuai dengan standar hukum tertentu. Teori ini sering dianggap sebagai suatu bentuk revisi terhadap teori-teori sebelumnya yang menganggap bahwa tanggung jawab pers terhadap masyarakat sangat kurang.
Dalam teori tanggung jawab sosial, prinsip kebebasan pers masih dipertahankan, tapi harus disertai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya. Hal yang paling esensial dalam teori ini adalah media massa harus memenuhi kewajiban sosial. Jika tidak, masyarakat akan membuat media tersebut mematuhinya ( Siebert, Peterson dan Schramm dalam Severin dan Tankard, 1992: 286-288).

4.      Teori soviet totali
Tujuan utama teori ini adalah membantu suksesnya dan belangsungnya sistwm sosialis di Soviet, khususnya keberlangsungan dictator partai. Dalam hal ini, media massa merupakan alat pemerintah dan merupakan bagian integral dari Negara. Ini berarti media massa harus tunduk pada pemerintah dan dikontrol dengn pengawasan ketat oleh pemerintah atau partai. Media massa dilarang melakukan kritik terhadap tujuan dan kebijakan partai. Karena media massa sepenuhnya menjadi milik pemerintah, maka yang berhak menggunakannya anggota partai yang setia dan ortodoks  ( Siebert, Peterson dan Schramm dalam Severin dan Tankard, 1992: 286-290).
SISTEM PERS DI INDONESIA
            Sistem pers di Indonesia memiliki ke khasan kerena ideology dan falsafah Negara Indonesia yakni pancasila dan budaya msyarat Indonesia yang khas pula. Selanjutnya system pers  Indonesia sebagai pers pancasila,sebagaimana yang selalu dikatakan oleh Menteri Penerangan RI pada saat itu beserta jajarannya, yang jiga disepakati oleh onsan pers Indonesia.
            Media massa Indonesia sebagai suatu system, terkait dengan aspek-aspek lainnya yang tertuang dalm keputusan dewan pers no. 79/XIV/1974 yang intinya mengemukakan bahwa kebebasan pers Indonesia berlandaskan pada hal-hal :
1.      Idiil: Pancasila
2.      Konstitusional: undang-undang dasar 1945 dan ketetapan MPR
3.      Strategis: garis-garis besar haluan Negara
4.      Yurudis: undang-undang pokok pers no. 21 tahun 1982 (masa mendatang ditambah degan undang-undang penyiaran yang sedang dalam proses “pembuata”).
5.      Kemasyarakatan: tata nilai sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia
6.      Etis: norma-norma kode etik professional
Pers Indonesia mempunyai kewajiban :
1.      Mempertahankan, membela mendukung dan melaksanakan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuen.
2.      Memperjuangkan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat yang berlandaskan demokrasi pancasila.
3.      Memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar kebersamaan pers.
4.      Memebina persatuan dan menentang imperialism, kolonialisme, neokolonialisme, feodalisme, komunisme, dan fasisme/dictator.
5.      Menjadi penyalur pendapat umum yang konstruktif dan progresif-revolusioner (UU pokok pers no. 11 tahun 1982 pasal 2).

Kebebasan pers Indonesia di jamin oleh pasal 28 UUD 45 yang intinya mengemukakan bahwa setiap warga Negara Indonesia bebas mengeluarkan pendapat, baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian setiap warga Negara memunyai hak penerbitan pers asal sesuai dengan hakikat demokrasi pancasila ( UU pokok pers no. 11 tahun 1982 )kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan yang bertanggung jawab yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila.
Disamping sebagai sarana informasi, member pendidikan dan hiburan, pers Indonesia juga mempunyai hak control, kritik dan koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif ( UU pokok pers no. 11 tahun 1982 pasal 3).
Pers setelah reformasi mengacau kepada undang-undang RI nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

Daftar pustaka

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

ADA APA DENGAN MEDIA MASSA ???


Entah apa yang terjadi dengan system komunikasi massa di Indonesia pada saat ini. Media massa di Indonesia pada saat ini seakan meninggalkan segala hal yang mengenai media massa, terutama dari segi fungsi media massa itu sendiri. Contohnya pada saat ini proses penyampaiaan informasi di media massa pada saat ini out of control, artinya batasan-batasan dalam penyampaiaan informasi di Indonesia telah keluar dari etika-etika yang telah ada. Contoh nya saja dari pers sendiri, pers di Indonesia cenderung liberal dan tidak memiliki tanggung jawab sosial. Apa yang di samapaikan oleh pers cernderung berlebihan, apakah informasi itu memiliki fungsi atau apa akibat informasi yang disampaikan ke pada masyarakat, apakah itu berdampak baik atau buruk untuk masyarakat dan elemen-elemen Negara yang lain. Contohnya saja berita yang membahas tentang kinerja pemerintah Indonesia, terkadang berita yang disampaikan tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman terhadap pemerintah.
Contoh lainnya, media massa saat ini bukan lagi sebagai fungsi informasi, edukasi dan lain-lain tetapi media massa pada saat ini diperngaruhi oleh hal-hal yang berbau politik, karena hamper semua media massa da back up oleh parpol atau orang-orang politik. Artinya media massa di peruntukkan untuk kepentingan politik semata. Contohnya saja media massa yang menjatuhan oknum-oknum politik lainnya, sehingga media massa menjadi alat perang politik. media massa berpotensi untuk menyebarkan ideologi dominan. Melalui kekuatannya yang amat besar untuk mempengaruhi opini masyarakat, akan amat terselubung ketika ada muatan-muatan tertentu yang berusaha disisipkan dalam pemberitaan sebuah media kepada masyarakat. Seperti apa yang mulai terjadi di Indonesia pasca reformasi ini. Beberapa media besar dikuasai oleh kepemilikan tertentu yang memeiliki kedekatan dengan pihak pemerintah atau politik oposisi. Surya Paloh, dengan Metro TV dan Harian Media Indonesia, dan Abu Rizal Bakrie, dengan TV One dan ANTVnya, adalah dua seteru yang amat memanfaatkan media pewartaan sebagai sarana pembentukan opini di dalam masyarakat. Di dalam berita-berita yang diterbitkan oleh Metro TV dan TV One terutama, ada tendensi bagaimana keterpihakan dua media itu pada pemiliknya masing-masing.