MEDIA MASSA DAN
SISTEM PEMERINTAHA
Sistem adalah
seperangkat atau kesatuan objek dalam mana objek satu dengan yg lainnya saling
berkaitan, bahkan saling bergantung (Littlejohn 1989 : 35 ). Sistem sosial di
indonesia terdiri dari beberapa subsistem ideology, politik, ekonomi, budaya,
komunikasi, pertahanan keamanan. Subsistem yang satu daengan yang linnya saling
mempengaruhi, namun subsistem ideology dan politik merupakan pemerintahan
menjadi dasar subsistem lainnya. Subsistem ideology dan politik pemerintahan
menjadi dasar subsistem lainnya, termasuk subssistem media massa. Dengan
demikian, system media massa mencerminkan falsafah dan system politik Negara
dimana dia berfungsi.
Media massa pada suatu Negara
mencerminkan system sosial yang didalamya diatur hubungan-hubungan antar
individu dengan lembaga-lembaga yang ada. Hubungan antra media massa dengan
masyarakat adalah resiprok ( seling memengaruhi ). Negara membuat sebuah system
media massa, lalu system ini akan memodifikasi mesyarakat Negara tersebut.
Karena setiap Negara itu berbeda, maka setiap system media massa di Negara
itupun berbeda pula, sehingga pola interaksi antara Negara dengan media
massanya terus menerus berubah.
Pola hubungan media massa dan
pemerintahan di suatu Negara erat kaitannya dengan system dan struktur politik
yang berlaku di Negara dimana kedua lembaga tersebut berada. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa suatu system media massa akan mencerminkan falsafah politik
Negara yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari dimensi
sejarahperkembangan media massa dunia yang oleh Siebert dan kawan-kawan dalam
buku “ Four Of The Press “ (1963) dibagi menjadi empat macam teori. Keempat
macam teori atau konsep media massa tersebut dapat menggambarkan keadaan
masyarakat dan dasar pemikiran yang hidup pada masa itu.
TEORI
PERS
1. Teori
otoriter ( authoritarian theory )
Menurut teori ini, media massa mempunyai tujuan
utama mendukung kebijaksanaan pemerintah yang sedang berkuasa, dan untuk
mengabdi kepada Negara. Tidak semua orang dapat menggunakan media komunikasi
kecuali mereka yang mendapatkan izin dari kerajaan atau pemerintah. Dengan
demikian media massa dikontrol oleh pemerintah, karena hanya dapat terbit
dengan izin dan bimbingan serta arahan pemerintah, bahkan kadang-kadang dengan
sensor pemerinta.
Hal yang tidak boleh dilakukan media massa adalah
melakukan kritik terhadap mekanisme pemerintahan dan kritik terhadap pejabat
yang sedang berkuasa. Pemilik media massa bisa di pihak swasta yang mendapat
izin khusus dari raja atau pemerintah atau milik Negara ( Siebert, Peterson dan
Schramm dalam severin dan Tankard, 1992: 266-287)
2. Teori
liberal ( Libertarian Theory )
Teori liberal merukan kebaliakn dari teori otoriter
karena berasal dari falsafah umum rasionalisme dan hak alam, serta karya
Milton, Locke dan Mill. Asumsi dari teori liberal adalah bahwa manusia pada
hakikatnya dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan oleh rasio atau
akalnya. Manusia mempunyai hak secara alamiah untuk mengejar kebenaran dan
mengembangkan potensi apabila diberikan iklim kebebasan menyatakan pendapat.
Dalam hubungannya dengan kebebasan pers teori
liberal beranggapan bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya
untuk membantu manusia dalam usahanya mencari kebenaran. Manusia memperlukan
kebebasan untuk memperoleh informasi dan pikiran-pikiran yang hanya dapat
secara efektif diterima ketika itu apabila disampaikan melalui pers ( Rachmadi,
1990: 34-35 ).
3. Teori
tanggung jawab sosial ( Social responsibility theory )
Dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers
harus disertai dengn tanggung jawab kepada masyarakat. Media massa harus
melakukan tugasnya sesuai dengan standar hukum tertentu. Teori ini sering
dianggap sebagai suatu bentuk revisi terhadap teori-teori sebelumnya yang
menganggap bahwa tanggung jawab pers terhadap masyarakat sangat kurang.
Dalam teori tanggung jawab sosial, prinsip kebebasan
pers masih dipertahankan, tapi harus disertai kewajiban untuk bertanggung jawab
kepada masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya. Hal yang paling esensial
dalam teori ini adalah media massa harus memenuhi kewajiban sosial. Jika tidak,
masyarakat akan membuat media tersebut mematuhinya ( Siebert, Peterson dan
Schramm dalam Severin dan Tankard, 1992: 286-288).
4. Teori
soviet totali
Tujuan utama teori ini adalah membantu suksesnya dan
belangsungnya sistwm sosialis di Soviet, khususnya keberlangsungan dictator
partai. Dalam hal ini, media massa merupakan alat pemerintah dan merupakan bagian
integral dari Negara. Ini berarti media massa harus tunduk pada pemerintah dan
dikontrol dengn pengawasan ketat oleh pemerintah atau partai. Media massa
dilarang melakukan kritik terhadap tujuan dan kebijakan partai. Karena media
massa sepenuhnya menjadi milik pemerintah, maka yang berhak menggunakannya
anggota partai yang setia dan ortodoks (
Siebert, Peterson dan Schramm dalam Severin dan Tankard, 1992: 286-290).
SISTEM
PERS DI INDONESIA
Sistem pers di Indonesia memiliki ke
khasan kerena ideology dan falsafah Negara Indonesia yakni pancasila dan budaya
msyarat Indonesia yang khas pula. Selanjutnya system pers Indonesia sebagai pers pancasila,sebagaimana
yang selalu dikatakan oleh Menteri Penerangan RI pada saat itu beserta
jajarannya, yang jiga disepakati oleh onsan pers Indonesia.
Media massa Indonesia sebagai suatu
system, terkait dengan aspek-aspek lainnya yang tertuang dalm keputusan dewan
pers no. 79/XIV/1974 yang intinya mengemukakan bahwa kebebasan pers Indonesia
berlandaskan pada hal-hal :
1. Idiil:
Pancasila
2. Konstitusional:
undang-undang dasar 1945 dan ketetapan MPR
3. Strategis:
garis-garis besar haluan Negara
4. Yurudis:
undang-undang pokok pers no. 21 tahun 1982 (masa mendatang ditambah degan
undang-undang penyiaran yang sedang dalam proses “pembuata”).
5. Kemasyarakatan:
tata nilai sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia
6. Etis:
norma-norma kode etik professional
Pers
Indonesia mempunyai kewajiban :
1. Mempertahankan,
membela mendukung dan melaksanakan pancasila dan uud 1945 secara murni dan
konsekuen.
2. Memperjuangkan
pelaksanaan amanat penderitaan rakyat yang berlandaskan demokrasi pancasila.
3. Memperjuangkan
kebenaran dan keadilan atas dasar kebersamaan pers.
4. Memebina
persatuan dan menentang imperialism, kolonialisme, neokolonialisme, feodalisme,
komunisme, dan fasisme/dictator.
5. Menjadi
penyalur pendapat umum yang konstruktif dan progresif-revolusioner (UU pokok
pers no. 11 tahun 1982 pasal 2).
Kebebasan
pers Indonesia di jamin oleh pasal 28 UUD 45 yang intinya mengemukakan bahwa
setiap warga Negara Indonesia bebas mengeluarkan pendapat, baik lisan maupun
tulisan. Dengan demikian setiap warga Negara memunyai hak penerbitan pers asal
sesuai dengan hakikat demokrasi pancasila ( UU pokok pers no. 11 tahun 1982 )kebebasan
pers Indonesia adalah kebebasan yang bertanggung jawab yang berdasarkan pada
nilai-nilai pancasila.
Disamping
sebagai sarana informasi, member pendidikan dan hiburan, pers Indonesia juga
mempunyai hak control, kritik dan koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif
( UU pokok pers no. 11 tahun 1982 pasal 3).
Pers
setelah reformasi mengacau kepada undang-undang RI nomor 40 tahun 1999 tentang
pers.
Daftar pustaka
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti
Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar